Disfungsi Ereksi (Impotensi)

Apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan impotensi? Sungguh banyak pengertian yang salah digunakan untuk menjelaskan soal berkurang atau hilangnya fungsi ereksi pada seorang pria. Dulu, istilah impotensi sering dipakai untuk menunjukkan ketidakmampuan seorang pria dalam kehidupan seksualnya. Secara sosio budaya istilah itu mempunyai implikasi yang lebih luas dari sekadar gangguan salah satu fungsi organ tubuh seorang pria, sehingga penderitanya dianggap tidak utuh di mata masyarakat.

Sudah tentu pandangan ini tidak tepat dan juga tidak sehat. Karena itu, para ahli sepakat untuk segera mencari istilah yang lebih tepat dan tidak membuat stigma berlebihan bagi penderita disfungsi seksual. Maka, digunakanlah istilah disfungsi ereksi (DE) untuk menggantikan istilah impotensi. Kesepakatan ini dilandasi perkembangan ilmu pengetahuan yang bisa lebih menjelaskan penyebab organik gangguan seksual pada pria.

Dapat disimpulkan, pengertian dari DE (Difungsi Ereksi) adalah:
kegagalan seorang pria dalam memulai atau mempertahankan ereksi sampai batas waktu yang diperlukan oleh kedua pasangan seksual dalam mencapai kepuasan.
Penyebab yang bersifat fisik lebih banyak ditemukan pada pria lanjut usia, sedangkan masalah psikis lebih sering terjadi pada pria yang lebih muda. Semakin bertambah umur seorang pria, maka impotensi semakin sering terjadi, meskipun impotensi bukan merupakan bagian dari proses penuaan tetapi merupakan akibat dari penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun dan 75% pria berusia 80 tahun mengalami impotensi. Usia juga berpengaruh dalam peningkatan arterosklerosis yang menyebabkan gangguan pengaliran darah ke penis.

Disamping usia, faktor faktor lain yang menjadi biang kerok dari DE antara lain, penggunaan obat obatan (anti hipertensi, anti psikosa, anti depresi, obat penenang, simetidin, litium), penyakit khronis yang kerap menyerang usia lanjut (cedera, diabetes melitus, sklerosis multipel, stroke, penyakit tulang belakang bagian bawah, pembedahan rektum atau prostat), pengaruh alkohol juga tidak bisa diabaikan begitu saja.

Untuk faktor psikis antara lain : depresi, kecemasan, perasaan bersalah, perasaan takut akan keintiman, kebimbangan tentang jenis kelamin.

Untuk menentukan seseorang menderita DE tentu tidak boleh sembarangan, salah salah malah bisa menambah depresi penderita, tetapi para dokter bisa berpatokan pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari adanya perubahan ciri seksual pria, misalnya payudara, testis dan ukuran penis, serta perubahan pada rambut, suara maupun kulit. Untuk mengetahui adanya kelainan pada arteri di panggul dan selangkangan (yang memasok darah ke penis), dilakukan pengukuran tekanan darah di tungkai.

Pemeriksaan penunjang lain diantaranya : pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan gula darah untuk diabetes, pemeriksaan kadar TSH, USG penis.

Secara umum pengobatan DE dibagi menjadi dua yaitu pengobatan dengan tanpa obat dan dengan obat. Tentu saja harus dicari dulu penyebabnya agar bisa diberikan pengobatan yang pas.

Artikel Terkait Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar